Sabtu, 16 Februari 2013

Macam-macam Tipe Pengusaha

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Apakah anda masih bingung untuk mencari ide bisnis yang tepat untuk anda? Jika iya, maka alangkah baiknya terlebih dahulu anda mengetahui tipe pengusaha seperti apakah diri anda. Dengan cara ini anda akan bisa lebih mempertahankan bisnis anda, karena anda akan bekerja sesuai dengan kepribadian anda. Berikut adalah 4 tipe pengusaha :
1. Pembangun
Tipe pengusaha seperti ini adalah seperti pemain catur. Ia selalu memiliki rencana untuk melangkah 3 atau 4 langkah kedepan. Setiap langkah yang akan diambil sudah diteliti tentang kekurangan dan kelebihan sehingga tidak salah langkah. Salah satu contoh pengusaha bertipe ini adalah Donald Trump.
2. Pencari peluang
Sebagian besar dari pengusaha memiliki jiwa ini, yaitu ingin mendirikan suatu usaha pada waktu dan tempat yang tepat, ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan juga dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
3. Keahlian khusus
Tipe pengusaha seperti ini biasanya setia pada satu jenis usaha dalam kurun 15 sampai 30 tahun. Biasanya mereka adalah seorang ahli dalam bidangnya. Jenis usaha yang sering ditekuni oleh jenis pengusaha ini adalah desain grafis, sistem informasi dan akuntan.
4. inovator
Jika anda termasuk orang yang sering berinovasi dalam kantor atau dapur anda seperti menciptakana konsep dan resep-resep baru. Maka anda termasuk tipe pengusaha innovator.
Mengetahui tipe pengusaha adalah sebuah awal, tentunya langkah selanjutnya adalah melakukan perencanaan dan kerja keras terhadap ide bisnis yang paling nyaman untuk anda.
Referensi: youngentrepreneur.com

Sebelum Ide Bisnis Menjadi Kenyataan

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Sebelum  membangun sebuah bisnis pastinya setiap pengusaha sudah mempersiapkan ide-ide bisnis atau bahkan sudah mempersiapkan rencana bisnis sematang mungkin. Tapi sebelum mewujudkan bisnis impian anda, alangkah baiknya jika anda memberikan evaluasi kepada ide anda. Tentunya hal ini bertujuan untuk memastikan apakah ide anda bisa menjadi bisnis sukses dan bukan hanya ide kosong. Berikut adalah beberapa pertanyaan untuk menganalisa ide bisnis anda versi entrepreneur.com:
1. Siapa pelanggan saya?
Pertanyaan sebelum anda mengubah ide menjadi sebuah kenyataan adalah tentang siapa target pelanggan anda. Hal ini diperlukan karena mungkin produk anda tepat untuk diri anda atau hanya menjadi solusi untuk diri anda, tapi apakah produk atau ide anda ini bisa diminati dan dinikmati oleh banyak orang? Jika perlu anda bisa melakukan survey tentang ide bisnis anda tersebut. Tanyakanlah kepada orang-orang sekitar anda, apa pendapat mereka jika bisnis anda dibangun?
2. Apa beda bisnis saya dari bisnis yang telah ada?
Jika anda membangun sebuah bisnis yang sudah banyak orang lain membangunnya, maka tanyakan kepada diri apa yang membedakan bisnis saya dengan bisnis yang lain? Adakah sesuatu yang spesial dari bisnis saya dari bisnis yang telah ada? Jika anda masih belum mendapat jawaban, maka alangkah baiknya anda mencari jawaban ini. Jika anda telah menemukannya, maka tanyakan lagi ke diri anda, apakah perbedaan ini lebih baik? Atau justru akan membuat pelanggan lari?
3. Bagaimana cara menampilkan ide bisnis ini ke orang lain?
Pertanyaan ini bertujuan untuk menguji pengetahuan anda tentang ide bisnis anda ke orang lain. Cobalah jelaskan ide bisnis anda ke orang terdekat anda, anda pasti akan mendapat banyak pertanyaan yang bisa menunjukkan kematangan ide anda. Tentunya jika anda sudah banyak memiliki pengetahuan tentang bisnis ini, anda pasti bisa menjawab pertanyaan apapun. Hal ini bertujuan untuk memperkukuh persiapan anda sebelum anda mewujudkan ide anda, karena tanpa persiapan ilmu yang memadai, anda akan cenderung lebih cepat panik pada saat dihadapkan pada suatu masalah.
4. Siapa tim sukses anda?
Di masa-masa awal pendirian sebuah bisnis, tentunya akan banyak halangan yang menghampiri. Karena itu penting sekali adanya partner yang bisa anda percayai dan yang menginginkan kesuksekan untuk anda sebagai teman berdiskusi. Tanyakan ke diri anda, siapakah tim sukses yang bisa mendorong anda untuk sukses. Apakah anda yakin anda bisa melakukan semuanya sendiri? Jika anda tidak yakin, carilah orang-orang yang bisa di ajak kerjasama.
5. Modal apa yang saya perlu?
Surveylah modal-modal termurah dan termudah yang bisa anda miliki untuk mensukseskan bisnis anda. List lah semua keperluan yang anda miliki dan carilah tahu dari mana anda bisa mendapatkannya.
6. Berapa lama saya bisa balik modal atau mendapat untung?
Hitunglah modal dan hitunglah kapan kira-kira anda bisa balik modal dari pengeluaran yang sudah dikeluarkan. Jika balik modal memerlukan proses yang lama, maka anda harus menyiapkan dana cadangan sebelum balik modal atau keuntungan ini datang.
7. Seberapa perjuangan yang diperlukan untuk mewujudkan ide ini?
Tanyakanlah pertanyaan ini kepada diri anda, apakah untuk mewujudkan ide ini anda perlu waktu yang banyak dan modal yang banyak? Sebagai contoh, anda mungkin ingin membuat satu software yang bisa dijual sangat mahal tapi memerlukan waktu yang sangat lama untuk mewujudkannya ataukah anda lebih memilih menjual produk yang sangat simpel tapi anda bisa menjualnya saat itu juga?. Manakah menurut anda yang lebih menguntungkan?
8. Apakah anda perlu keahlian khusus?
Membangun ide dan mewujudkannya menjadi kenyataan sangatlah berbeda. Jujurlah ke diri anda, apakah keahlian anda sudah cukup untuk mewujudkan impian tersebut? jika anda merasa kurang keahlian, mungkin lebih baik untuk mencari orang yang bisa anda upah untuk mempercepat pertumbuhan bisnis anda.
9. Bisakah anda terus menjalankan bisnis ini untuk 2 tahun kedepan?
Tanyakan kepada diri anda, apakah anda masih punya komitmen untuk menjalankan bisnis ini untuk 2 tahun kedepan? Apakah orang disekitar anda mendukung anda tidak hanya di masa sukses tapi saat masa-masa sulit? Hal ini sangat penting, karena bisnis tidak selalu berjalan mulus seperti jalan tol terutama di masa-masa awal tegaknya bisnis anda.

Sumber : Pengusahamuslim.com

Rabu, 13 Februari 2013

Cara Alami Memutihkan Selangkangan

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


selangtkangan putihDari dulu hingga sekarang banyak sekali wanita bahkan pria indonesia yang berusaha melakukan berbagai cara untuk memutihkan kulit. Mereka berusaha semaksimal mungkin agar hasil yang di dapat bisa memuaskan. mulai dari cara yang terhitung murah, sampai cara yang membutuhkan biaya banyak.

Terlepas dari semua itu, ternyata ada beberapa orang yang melupakan bagian tubuh untuk di jadikan lebih putih. Bagian yang terlupakan tersebut adalah bagian lipatan seperti misalnya daerah sekitar kelamin, selangkangan, dan paha atas. Memang bagian seperti itu tidak menjadi masalah besar bagi sebagian besar orang kecuali anda, karena kebanyakan orang menganggap bagian tersebut tidak tampak dan juga jarang yang melihatnya. Tapi kalau seandainya mereka berpikir lagi, bagian itu juga terhitung penting untuk di perhatikan.

Tapi mereka biarlah tetap mereka, sekarang kita bahas saja tentang masalah anda mengenai selangkangan yang warnanya gelap atau hitam. Anda sebaiknya janganlah merasa khawatir ataupun bingung dengan masalah seperti itu. Karena dengan modal niat dan kesungguhan untuk melakukan cara memutihkan selangkangan anda bisa mengatasinya. Dan bicara soal cara memutihkan selangkangan, ada sedikit informasi yang menurut saya sangat berguna untuk anda dalam mengatasi masalah ini. Berikut informasinya.

Cara memutihkan selangkangan

Untuk memutihkan selangkangan, ada beberapa cara yang bisa anda gunakan. Dari beberapa cara yang ada, hampir semuanya bisa di lakukan dengan mudah karena bahan-bahan yang di butuhkan mudah di dapat dan ada di mana-mana.

Cara memutihkan selangkangan yang pertama menggunakan kapur sirih dan jeruk nipis, Caranya campur kapur sirih dan perasan jeruk nipis sampai tercampur menjadi satu kemudian usapkan secara merata pada bagian selangkangan anda yang warnanya hitam. Seperti kata-kata  saya yang tadi, lakukan cara ini sesering mungkin agar hasil yang anda dapatkan lebih membutuhkan waktu yang singkat.

Cara yang berikutnya parut buah ketimun kemudian campur dengan buah lemon yang sudah di haluskan. Selanjutnya aduk-aduk kedua bahan tadi selama dua puluh menit dan setelah itu usapkan pada bagian selangkangan anda sampai merata. Jika sudah, diamkan selama beberapa menit lalu cuci dengan air hangat sampai bersih.

Cara yang ketiga gunakan tawas yang sudah di masukan pada air hangat. Tunggu sampai tawasnya larut kemudian celupkan handuk dan setelah itu usapkan pada selangkangan anda.

Dari cara memutihkan selangkangan di atas, anda bisa pilih salah satu yang menurut anda tidak merepotkan. Tapi sebelum itu ada baiknya jika anda tahu penyebab hitamnya selangkangan agar anda bisa menggabungkan antara mencegah dan menghilangkan sehingga hasil yang di dapat bisa memuaskan.

Penyebab warna gelap di area selangkangan ini bisa terjadi karena beberapa faktor , antara lain faktor hormonal maupun akibat iritasi pada lipatan selangkangan dekat alat kelamin yang meninggalkan pigmentasi berlebih. Wanita ataupun pria dengan berat badan berlebih sering mengalami masalah ini. Resistensi insulin yang kerap terjadi pada wanita dengan berat badan memicu warna lebih gelap pada area lipatan.

Cara Mengobati Gatal Di Selangkangan

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


selangkangan gatalBicara soal gatal di selangkangan, madjongke sempat mengira hanya segelintir orang saja yang mengalaminya. Tapi setelah membuat artikel tentang masalah seperti ini, ternyata banyak sekali orang yang menderita gatal di daerah selangkangan. Gatal-gatal yang di alami oleh orang-orang tersebut bukan hanya terjadi satu atau dua hari saja. Tapi ada yang mengaku sampai berminggu-minggu dan ada juga yang berbulan-bulan lamanya. Bahkan yang lebih parah lagi, ada yang mengalami selama bertahun-tahun tapi gatalnya kumat-kumatan. Dan kebanyakan dari mereka hanya membiarkan tanpa berbuat apa-apa kecuali menggaruknya jika sedang gatal.

Gatal-gatal di selangkangan itu biasanya berwarna coklat sedikit kemerahan. Dan selain itu, gatal di selangkangan juga berbentuk seperti ada lapisan kulit yang mengembang. Jika sedang kumat, rasa yang di rasakan penderita adalah gatal yang bisa di bilang sangat sangat gatal. Jika itu sudah terjadi maka orang tersebut akan menggaruknya dan menimbulkan lecet (babak) yang rasanya perih. Jika penyakit seperti ini terus di diamkan, maka bisa jadi selangkangan menjadi hitam dan semakin hitam. Selain itu, gatal di selangkangan ini juga bisa meluas atau merambat ke area terdekat.

Dan untuk penyebabnya, gatal di selangkangan ini bisa terjadi karena alergi terhadap bahan pakaian tertentu, ukuran pakaian yang terlalu sempit, kurangnya kebersihan, kondisi area selangkangan yang lembab, dan masih banyak lagi penyebab lain yang bisa menimbulkan gatal seperti ini.

Setelah saya membahas tentang penyebab penyakit ini, sekarang saya akan memberikan cara untuk mengatasi atau cara mengobatinya. Untuk mengatasi gatal di selangkangan, yang kita perlukan adalah beberapa lembar daun sirih. Langkah berikutnya ambil satu wadah kemudian isi dengan air panas. Setelah itu rendam daun sirih tadi sampai air yang ada di dalamnya sedikit hangat. Jadi kondisi air tersebut masih agak panas tapi sudah tidak membahayakan jika terkena pada kulit khususnya selangkangan.

Selanjutnya ambil daun sirih tadi lalu gosok-gosokan pada selangkangan anda. Jika anda sebelumnya telah menggaruknya, maka yang anda rasakan adalah rasa nyaman jika melakukan cara ini. Setelah itu, cuci selangkangan anda dengan air rendaman daun sirih tadi. Seperti yang tadi saya bilang, jika anda terlanjur menggaruknya. maka setelah melakukan cara ini rasa yang tadi bisa di katakan nyaman akan berubah menjadi perih sekali. Sehingga dengan begitu jika anda merasa gatal di lain hari, jangan menggaruknya tapi segeralah melakukan cara seperti ini kembali. Dan kalau anda ingin segera sembuh dari penyakit seperti ini, Lakukan cara ini setiap hari secara rutin dan yang paling penting jaga kebersihan daerah selangkangan dan juga hindari penyebabnya.

Jika anda sudah berhasil melakukan ini dan selangkangan anda menjadi hitam karena bekasnya, silahkan coba saja Cara memutihkan selangkangan. Semoga bermanfaat
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Ketika dicerai atau keluar kata talak dari suami, istri bukan berarti keluar dari rumah. Bahkan istri harus harus tetap di rumah sampai masa 'iddah selesai, ia sendiri tidak boleh bersih keras pulang ke rumah ortunya atau tidak boleh diusir oleh suami. Ini yang kurang dipahami oleh suami-istri, asal nikah, namun tidak tahu bagaimana ketika cerai ...
Baca artikel berikut:

Hikmah Wanita Selama Iddah Masih di Rumah Suami

Kekeliruan selama terjadi perceraian atau talak adalah istri langsung diusir suami dari rumah atau istri yang berinisiatif keluar dari rumah suami. Padahal yang benar, selama masa ‘iddah, istri harus tetap berada di rumah suami sampai masa ‘iddah selesai. Syari’at Islam memerintahkan demikian karena ada maksud baik di balik itu, supaya bisa terpupuk kembali cinta kasih dan sayang. Begitu pula istri selama masa ‘iddah setelah ditalak masih berstatus milik suami, belum jadi milik laki-laki lain.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru” (QS. Ath Tholaq: 1)

Beberapa pelajaran bisa kita petik dari ayat di atas:

1- Walau konteks pembicaraan ditujukan pada Nabi kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tetapi pembahasan talak dan ‘iddah dalam ayat di atas berlaku juga untuk umatnya.

2- Mentalak istri di waktu ‘iddah maksudnya adalah mentalaknya di waktu suci dan sebelum disetubuhi. Ibnu ‘Abbas mengatakan,

لا يطلقها وهي حائض ولا في طهر قد جامعها فيه، ولكن: تتركها حتى إذا حاضت وطهرت طلقها تطليقة

“Janganlah mentalak istri dalam keadaan haidh dan jangan pula dalam keadaan suci setelah disetubuhi dahulu. Akan tetapi biarkanlah hingga ia suci, lalu talaklah sekali.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 27)

3- Ada perintah menghitung masa ‘iddah. Ini menunjukkan bahwa masa ‘iddah ada awal dan akhirnya. Selama masa ‘iddah tersebut, wanita tidak diperkenankan untuk menikah.

4- Ibnu Katsir berkata, “Selama masa ‘iddah, istri masih memiliki hak tempat tinggal di rumah suami. Sehingga tidak boleh bagi suami mengusir istri dari rumahnya. Begitu pula istri tidak boleh keluar dari rumah karena statusnya masih sebagai istri untuk memenuhi hak suami.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 28)

5- Istri masih tetap di rumah sampai masa ‘iddah selesai kecuali jika ia melakukan perbuatan fahisyah (perbuatan keji) yang jelas. Di antara makna fahisyah adalah zina. Demikian makna fahisyah dalam ayat ini menurut Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 28.

6- Allah memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar.

7- Apa hikmah di balik wanita tetap di rumah selama masa ‘iddah? Kata Ibnu Katsir rahimahullah, “Wanita yang telah ditalak tetap di rumah suami selama masa ‘iddah agar bisa muncul penyesalan pada diri suami karena telah mentalak istrinya sehingga ia pun rujuk pada istrinya jika Allah telah menentukannya. Inilah alasan mudah dan gampangnya suami bisa rujuk kembali pada istri.” Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, 14: 28.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah menetapkan masa ‘iddah bagi wanita yang ditalak karena adanya hikmah yang besar. Di antara hikmahnya adalah supaya Allah menjadikan pada hati suami yang mentalak rasa kasih dan sayang sehingga ia pun bisa rujuk kembali pada istrinya. Mereka bisa membina rumah tangganya kembali selama masa ‘iddah tersebut. Atau mungkin ada sebab lain sehingga bisa terjadi talak, lalu hilang sebab tersebut selama masa ‘iddah, dan suami pun merujuk pada istri karena telah hilangnya sebab tersebut.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 869).

 
 
 

NIKMATNYA HIDUP SEDERHANA

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

NIKMATNYA HIDUP SEDERHANA

Oleh
Ustadz Muhammad Ashim bin Musthofa



Sudah menjadi tabiat manusia, ia akan lebih konsumtif menghamburkan uang, manakala mulai mengeyam kehidupan yang mapan dan kemudahan ekonomi. Seolah-olah kekayaan kurang berarti banyak bila pemiliknya tidak mempergunakannya untuk keperluan yang lebih besar dan kemewahan. Misalnya dengan banyak memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang kurang penting baginya. Begitulah keadaan seseorang, ia lebih mudah beradaptasi dengan hidup enak ketimbang dengan hidup menderita.

Al Qur`ân telah menegaskan bahwa tipologi manusia, menghamburkan uang dan berfoya-foya saat berada dalam kondisi berada, menghindari gaya kesederhanaan dan keseimbangan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Mahamelihat.[asy-Syûra/42:27].

'Ali bin Tsâbit rahimahullah berkata:

اْلعَقْــــــلُ آفَـتُهُ الْإِعْجَابُ وَالْغَضَــبُ وَالْمَالُ آفَـتُهُ التَّــبْذِيْرُ وَالنَّــهْبُ
التمهيد لابن عبد البر 7 / 250

Kelemahan akal itu bangga diri dan emosi
Dan penyakit harta itu pemborosan dan perampokan.

DUA PRINSIP PEMBELANJAAN DALAM ISLAM[1]
Secara global, Al-Qur`an telah menjelaskan cara pengelolaan ekonomi dengan segala penjabarannya, yang intinya mencakup dua hal. Inilah yang dimaksud dengan "ushûl iqtishâd", yaitu husnun nazhari fiktisâbil mâl (kecakapan mencari materi) dan husnun nazhar fi sharfihi fi mashârifihi (kecakapan membelanjakan harta pada pos-pos pengeluaran yang tepat). Lihatlah, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka jalan bagi perolehan ma'îsyah melalui cara-cara yang tetap menjaga muru`ah dan agama (pekerjaan yang halal).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [al-Jumu'ah/62:10].

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar manusia bersikap hemat dalam pembelanjaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. [al-Isrâ`/17:29]

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang membelanjakan harta pada perkara-perkara yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.[al-Anfal/8:36].

MEMBENTUK MENTAL BERSAHAJA
Agar tercipta mentalitas yang baik berhubungan dengan gaya hidup itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia agar dalam pemenuhan kebutuhannya dilakoni secara bersahaja, tengah-tengah, dan tidak boros dalam pengeluaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [al-A'râf/7:31].

وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. [al-An'am/6:141).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menegaskan dalam sabdanya, yang artinya: "Makanlah, bersedekahlah, dan pakailah dalam keadaan tanpa menghamburkan uang dan kesombongan".

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan bahwa hidup bermewah-mewah meskipun dengan barang-barang yang sifatnya mubah, dapat berpotensi menyeret manusia kepada pemborosan. Ini juga dapat menunjukkan manusia tersebut tidak memberikan apresiasi yang semestinya terhadap harta yang merupakan nikmat Allah, sehingga ia masuk dalam perilaku menyia-nyiakan harta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Jauhilah gaya hidup bermewahan. Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewah-mewahan". Lihat Shahîhah, 353.

Secara khusus, sifat ini juga menjadi kriteria menonjol pada diri ibâdur-rahmân. Yakni para hamba Allah yang sebenarnya. Allah berfirman tentang mereka:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. [al-Furqân/25:67].

Mereka tidak menghambur-hamburkan uang dengan belanja di luar kebutuhannya. Juga bukan orang-orang yang bakhil kepada keluarganya, sehingga kebutuhan bagi keluarganya pun terpenuhi dan tidak kekurangan. Mereka membelanjakan hartanya secara adil. Dan sebaik-baik urusan adalah yang tengah-tengah, tidak berlebihan ataupun tidak kikir.[2]

MENGAPA BERBUAT BOROS DILARANG?
Larangan kepada manusia agar tidak melakukan pemborosan dan penghamburan atas uang dan harta yang dimilikinya, pasti mengandung manfaat. Dan manusia pun sebenarnya sanggup mengetahui hikmah di balik larangan tersebut.

Di antara hikmahnya, ialah untuk menjaga kekayaan itu sendiri. Bahwa pada hari Kiamat kelak, sumber pendapat harta itu dipertanyakan, dan demikain pula dengan pembelanjaannya. Pembelanjaan harta atau uang pada perkara tidak dibutuhkan, sungguh sangat bertentangan dengan salah satu tujuan syariat Islam, yaitu hifzhul-mâl (menjaga harta benda). Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, apalagi jika harta itu dimanfaatkan untuk perbuatan maksiat.

Sahabat mulia, yakni 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu telah mendefinisikan makna mubadzdzirîn (orang-orang yang melakukan pemborosan). Beliau Radhiyallahu anhu menjelaskan, mubadzdzirîn ialah orang-orang yang membelanjakan (uang) pada perkara-perkara yang tidak dibenarkan.[3] Maka, cukuplah untuk menjadi bahan perenungan, bahwa Allah membenci saraf (pemborosan).[4]

Sisi lain, uang diperlukan setiap orang untuk memenuhi hajat hidupnya. Dengan uang, seseorang dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan harta, selain sebagai penopang hidup, juga berfungsi sebagai pemelihara murû`ah (kehormatan, kewibawaan) seseorang di tengah komunitas sosialnya.

Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan,

وَمِنْ أَحْسَنِ مَا يَسْتَعِسْنُ بِهِ الْمَرْأُ عَلَى إِقَامَةِ مُرُوْءَتِهِ الْمَالُ الصَّالحُ

(termasuk hal terpenting untuk membantu seseorang menegakkan kehormatan dirinya ialah harta yang baik).

Dengan modal uang di genggaman, seseorang sudah bisa menjaga agama, kehormatan dan kemuliaan dirinya. Ia tidak perlu menghinakan wajahnya dengan perbuatan yang dapat menghinakannya. Semisal mengemis, meminta-minta, atau bahkan tidak menutup kemungkinan mencuri maupun korupsi, dan perbuatan lain yang tidak dibenarkan syariat. Karena semua perbuatan itu sangat jelas dilarang agama. Bahkan, dengan uang di tangan, seseorang tidak perlu gali lubang dengan berhutang. Meskipun berhutang termasuk muamalah yang jâiz (boleh), akan tetapi sedikit atau banyak akan membekaskan tekanan tersendiri.

Hidup berjalan ibarat roda. Kadang berada di atas menangguk berbagai kenikmatan. Namun siapa sangka, tiba-tiba berada di bawah, hidup penuh dengan kesulitan. Sehingga tidak ada pihak lain yang bersalah kecuali dirinya sendiri.

Kenyataan pahit lagi menghinakan ini bisa saja melanda perekonomian rumah tangga seseorang yang mungkin sebelumnya berlimpah harta. Kemudian, lantaran kesalahan dalam mengatur keuangan atau karena income masih pas-pasan, sehingga mengakibatkan dirinya masuk dalam kubangan krisis moneter yang tidak mengetahui waktu berakhirnya.

Oleh karena itu, syariat Islam memberi peringatan bahaya as-saraf (pemborosan) maupun berlebihan dalam pembelanjaan. Dengan memperhatikan bahaya ini, maka seseorang bisa tetap memiliki neraca yang tetap aman, tidak besar pasak daripada tiang.

Imam an-Nawawi rahimahullah menerangkan alasan berkaitan dengan larangan menghambur-hamburkan. Beliau rahimahullah berkata: "Sesungguhnya pemborosan harta akan menyebabkan orang meminta-minta apa yang dimiliki orang lain. Sedangkan pada pemeliharaan harta terkandung kemaslahatan bagi dunianya. Adapun kestabilan maslahat duniawinya akan berpengaruh pada kemaslahatan agamanya. Sebab dengannya, seseorang dapat fokus dalam urusan-urusan akhiratnya"[5].

"Pembengkakan dalam pembelanjaan akan menyebabkan goncangan pada penghasilan diri seseorang yang biasa ia terima. Sehingga dapat berpotensi menimbulkan kelumpuhan ekonomi, atau meminta-minta, bertindak kriminal, melakukan penyimpangan, menelantarkan diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Begitu pula jika sebuah negara menempuh kebijakan ini, akan mengakibatkan anggarannya membengkak dan tidak memiliki kekuatan untuk menangani urusan-urusan yang menjadi beban pemerintahan negara tersebut".[6] Demikian keberadaan negara-negara yang menjalankan roda pemerintahan dengan kemewahan, pada akhirnya akan menapaki jalan keruntuhannya, tidak mampu bertahan menghadapi kondisi yang serba sulit. [7]

Adapun ditinjau dari aspek manfaat, perintah untuk tidak bergaya hidup berfoya-foya, memiliki pengaruh positif yang kembali kepada diri orang tersebut. Dia akan lebih mudah beradaptasi menghadapi setiap perubahan dalam menghadapi kehidupan. Kadang menyenangkan dan kadang harus hidup penuh keprihatinan. Dan seandainya keadaan ekonomi keluarga ditakdirkan mengalami kesulitan, maka setidaknya seseorang itu tidak terlampau kaget dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba.

Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah berkata: "Orang yang terbiasa hidup dalam kemewahan, akan merasakan sulit menghadapi berbagai keadaan. Sebab, tidak menutup kemungkinan datang kepadanya persoalan-persoalan yang tidak memungkinkan orang tersebut menyelesaikannya dalam kenyamanan".[8]

Kemudian beliau rahimahullah memaparkan sebuah contoh sederhana. Yakni orang yang tidak pernah berjalan tanpa alas kaki sama sekali. Orang ini selalu menggunakan sandal atau sepatu. Jika suatu saat, ia berhadapan dengan sebuah kondisi yang mengharuskannya berjalan tanpa alas kaki meski hanya 500 meter saja, tentunya ia akan mengalami kesulitan yang berat. Bahkan mungkin saja kakinya menjadi terluka karena harus bergesekan dengan tanah. Akan tetapi, bila ia telah membiasakan diri dengan cara-cara hidup yang agak kurang nyaman, jauh dari fasilitas, ia akan memperoleh kebaikan yang banyak. Selain itu, tubuh yang tidak terbiasa dengan itu, tidak mempunyai ketahanan (imuniatas). Akibatnya mudah sakit, padahal baru berjalan tidak seberapa jauh.[9]

Nilai positif lain dari cara hidup sederhana, dapat mendorong seseorang menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan toleran, menghargai nikmat-nikmat Allah sekecil apapun. Karena masih banyak orang yang berada di bawahnya secara ekonomi. Dengan itu, keimanannya akan bertambah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْبَذَاَةَ مِنَ الْإيْمَانِ

Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman.[10]

Penutup
Al-i'tidâl atau wasath (memilih sikap tengah-tengah) merupakan spirit umum dalam Islam. Dalam konteks gaya hidup, berhemat memiliki keselarasan dengannya. Perilaku tersebut sangat bermanfaat, baik bagi individu maupun pemerintahan. Meksi demikian, bukan berarti seorang muslim harus menghapus menu daging –umpamanya- yang sebenarnya terjangkau olehnya. Atau kemudian hanya membeli dan mengenakan baju-baju tambalan dan berpenampilan kumuh atau kotor. Akan tetapi, seperti diungkap oleh Imam Ibnu Katsiir, janganlah engkau bakhil lagi kikir, sehingga tidak memberi kepada siapapun. Dan jangan berlebihan dalam menggunakan uang, sehingga mengakibatkan pembelanjaannya di luar kemampuannya dan melebihi pendapatan yang diperolehnya.[11] Karena dua hal ini menjadi sumber celaan.

Syaikh as Sa'di berkata, inilah keseimbangan dalam pengaturan uang, berada di antara sudut sifat bakhil dan pemborosan. Dengan begitu, urusan menjadi stabil dan sempurna. Sedangkan di luar ini, hanya berakibat dosa dan malapetaka, menunjukkan kekurangan akal dan kondisinya.[12] Oleh sebab itu, menilik manfaat yang begitu besar, anak-anak pun pantas untuk dilatih menjalani hidup dengan hemat dan bersahaya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Kamâlu Dînil-Islâm wa-Syumûliyyatuhu, Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqîthi, al-Ashâlah, Dzul Hijjah 1427, Edisi 54 Th XI.
[2]. Lihat Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm ( ).
[3]. Syarhu Shahîhil-Adabil-Mufrad (2/51). (345/444)
[4]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, hlm. 530.
[5]. Syarhun-Nawâwi, 6/11.
[6]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, 530.
[7]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, 530.
[8]. Syarhu Hilyati Thâlibil-'Ilmi, hlm. 34.
[9]. Syarhu Hilyati Thâlibil-'Ilmi, hlm. 34.
[10]. Ash-Shahîhah, 341.
[11]. Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm, 5/70.
[12]. Bahjatul-Akhyâr, 202. 
sumber;almahaj.or.id
Oleh
Ustadz Muhammad Ashim bin Musthofa



Sudah menjadi tabiat manusia, ia akan lebih konsumtif menghamburkan uang, manakala mulai mengeyam kehidupan yang mapan dan kemudahan ekonomi. Seolah-olah kekayaan kurang berarti banyak bila pemiliknya tidak mempergunakannya untuk keperluan yang lebih besar dan kemewahan. Misalnya dengan banyak memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang kurang penting baginya. Begitulah keadaan seseorang, ia lebih mudah beradaptasi dengan hidup enak ketimbang dengan hidup menderita.

Al Qur`ân telah menegaskan bahwa tipologi manusia, menghamburkan uang dan berfoya-foya saat berada dalam kondisi berada, menghindari gaya kesederhanaan dan keseimbangan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

Dan jikalau Allah melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Mahamengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Mahamelihat.[asy-Syûra/42:27].

'Ali bin Tsâbit rahimahullah berkata:

اْلعَقْــــــلُ آفَـتُهُ الْإِعْجَابُ وَالْغَضَــبُ وَالْمَالُ آفَـتُهُ التَّــبْذِيْرُ وَالنَّــهْبُ
التمهيد لابن عبد البر 7 / 250

Kelemahan akal itu bangga diri dan emosi
Dan penyakit harta itu pemborosan dan perampokan.

DUA PRINSIP PEMBELANJAAN DALAM ISLAM[1]
Secara global, Al-Qur`an telah menjelaskan cara pengelolaan ekonomi dengan segala penjabarannya, yang intinya mencakup dua hal. Inilah yang dimaksud dengan "ushûl iqtishâd", yaitu husnun nazhari fiktisâbil mâl (kecakapan mencari materi) dan husnun nazhar fi sharfihi fi mashârifihi (kecakapan membelanjakan harta pada pos-pos pengeluaran yang tepat). Lihatlah, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala membuka jalan bagi perolehan ma'îsyah melalui cara-cara yang tetap menjaga muru`ah dan agama (pekerjaan yang halal).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. [al-Jumu'ah/62:10].

Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar manusia bersikap hemat dalam pembelanjaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. [al-Isrâ`/17:29]

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang membelanjakan harta pada perkara-perkara yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahanamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.[al-Anfal/8:36].

MEMBENTUK MENTAL BERSAHAJA
Agar tercipta mentalitas yang baik berhubungan dengan gaya hidup itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan manusia agar dalam pemenuhan kebutuhannya dilakoni secara bersahaja, tengah-tengah, dan tidak boros dalam pengeluaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [al-A'râf/7:31].

وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. [al-An'am/6:141).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menegaskan dalam sabdanya, yang artinya: "Makanlah, bersedekahlah, dan pakailah dalam keadaan tanpa menghamburkan uang dan kesombongan".

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan bahwa hidup bermewah-mewah meskipun dengan barang-barang yang sifatnya mubah, dapat berpotensi menyeret manusia kepada pemborosan. Ini juga dapat menunjukkan manusia tersebut tidak memberikan apresiasi yang semestinya terhadap harta yang merupakan nikmat Allah, sehingga ia masuk dalam perilaku menyia-nyiakan harta.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Jauhilah gaya hidup bermewahan. Sesungguhnya hamba-hamba Allah itu bukan orang-orang yang bermewah-mewahan". Lihat Shahîhah, 353.

Secara khusus, sifat ini juga menjadi kriteria menonjol pada diri ibâdur-rahmân. Yakni para hamba Allah yang sebenarnya. Allah berfirman tentang mereka:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. [al-Furqân/25:67].

Mereka tidak menghambur-hamburkan uang dengan belanja di luar kebutuhannya. Juga bukan orang-orang yang bakhil kepada keluarganya, sehingga kebutuhan bagi keluarganya pun terpenuhi dan tidak kekurangan. Mereka membelanjakan hartanya secara adil. Dan sebaik-baik urusan adalah yang tengah-tengah, tidak berlebihan ataupun tidak kikir.[2]

MENGAPA BERBUAT BOROS DILARANG?
Larangan kepada manusia agar tidak melakukan pemborosan dan penghamburan atas uang dan harta yang dimilikinya, pasti mengandung manfaat. Dan manusia pun sebenarnya sanggup mengetahui hikmah di balik larangan tersebut.

Di antara hikmahnya, ialah untuk menjaga kekayaan itu sendiri. Bahwa pada hari Kiamat kelak, sumber pendapat harta itu dipertanyakan, dan demikain pula dengan pembelanjaannya. Pembelanjaan harta atau uang pada perkara tidak dibutuhkan, sungguh sangat bertentangan dengan salah satu tujuan syariat Islam, yaitu hifzhul-mâl (menjaga harta benda). Dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, apalagi jika harta itu dimanfaatkan untuk perbuatan maksiat.

Sahabat mulia, yakni 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu telah mendefinisikan makna mubadzdzirîn (orang-orang yang melakukan pemborosan). Beliau Radhiyallahu anhu menjelaskan, mubadzdzirîn ialah orang-orang yang membelanjakan (uang) pada perkara-perkara yang tidak dibenarkan.[3] Maka, cukuplah untuk menjadi bahan perenungan, bahwa Allah membenci saraf (pemborosan).[4]

Sisi lain, uang diperlukan setiap orang untuk memenuhi hajat hidupnya. Dengan uang, seseorang dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan harta, selain sebagai penopang hidup, juga berfungsi sebagai pemelihara murû`ah (kehormatan, kewibawaan) seseorang di tengah komunitas sosialnya.

Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan,

وَمِنْ أَحْسَنِ مَا يَسْتَعِسْنُ بِهِ الْمَرْأُ عَلَى إِقَامَةِ مُرُوْءَتِهِ الْمَالُ الصَّالحُ

(termasuk hal terpenting untuk membantu seseorang menegakkan kehormatan dirinya ialah harta yang baik).

Dengan modal uang di genggaman, seseorang sudah bisa menjaga agama, kehormatan dan kemuliaan dirinya. Ia tidak perlu menghinakan wajahnya dengan perbuatan yang dapat menghinakannya. Semisal mengemis, meminta-minta, atau bahkan tidak menutup kemungkinan mencuri maupun korupsi, dan perbuatan lain yang tidak dibenarkan syariat. Karena semua perbuatan itu sangat jelas dilarang agama. Bahkan, dengan uang di tangan, seseorang tidak perlu gali lubang dengan berhutang. Meskipun berhutang termasuk muamalah yang jâiz (boleh), akan tetapi sedikit atau banyak akan membekaskan tekanan tersendiri.

Hidup berjalan ibarat roda. Kadang berada di atas menangguk berbagai kenikmatan. Namun siapa sangka, tiba-tiba berada di bawah, hidup penuh dengan kesulitan. Sehingga tidak ada pihak lain yang bersalah kecuali dirinya sendiri.

Kenyataan pahit lagi menghinakan ini bisa saja melanda perekonomian rumah tangga seseorang yang mungkin sebelumnya berlimpah harta. Kemudian, lantaran kesalahan dalam mengatur keuangan atau karena income masih pas-pasan, sehingga mengakibatkan dirinya masuk dalam kubangan krisis moneter yang tidak mengetahui waktu berakhirnya.

Oleh karena itu, syariat Islam memberi peringatan bahaya as-saraf (pemborosan) maupun berlebihan dalam pembelanjaan. Dengan memperhatikan bahaya ini, maka seseorang bisa tetap memiliki neraca yang tetap aman, tidak besar pasak daripada tiang.

Imam an-Nawawi rahimahullah menerangkan alasan berkaitan dengan larangan menghambur-hamburkan. Beliau rahimahullah berkata: "Sesungguhnya pemborosan harta akan menyebabkan orang meminta-minta apa yang dimiliki orang lain. Sedangkan pada pemeliharaan harta terkandung kemaslahatan bagi dunianya. Adapun kestabilan maslahat duniawinya akan berpengaruh pada kemaslahatan agamanya. Sebab dengannya, seseorang dapat fokus dalam urusan-urusan akhiratnya"[5].

"Pembengkakan dalam pembelanjaan akan menyebabkan goncangan pada penghasilan diri seseorang yang biasa ia terima. Sehingga dapat berpotensi menimbulkan kelumpuhan ekonomi, atau meminta-minta, bertindak kriminal, melakukan penyimpangan, menelantarkan diri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Begitu pula jika sebuah negara menempuh kebijakan ini, akan mengakibatkan anggarannya membengkak dan tidak memiliki kekuatan untuk menangani urusan-urusan yang menjadi beban pemerintahan negara tersebut".[6] Demikian keberadaan negara-negara yang menjalankan roda pemerintahan dengan kemewahan, pada akhirnya akan menapaki jalan keruntuhannya, tidak mampu bertahan menghadapi kondisi yang serba sulit. [7]

Adapun ditinjau dari aspek manfaat, perintah untuk tidak bergaya hidup berfoya-foya, memiliki pengaruh positif yang kembali kepada diri orang tersebut. Dia akan lebih mudah beradaptasi menghadapi setiap perubahan dalam menghadapi kehidupan. Kadang menyenangkan dan kadang harus hidup penuh keprihatinan. Dan seandainya keadaan ekonomi keluarga ditakdirkan mengalami kesulitan, maka setidaknya seseorang itu tidak terlampau kaget dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba.

Syaikh al-'Utsaimin rahimahullah berkata: "Orang yang terbiasa hidup dalam kemewahan, akan merasakan sulit menghadapi berbagai keadaan. Sebab, tidak menutup kemungkinan datang kepadanya persoalan-persoalan yang tidak memungkinkan orang tersebut menyelesaikannya dalam kenyamanan".[8]

Kemudian beliau rahimahullah memaparkan sebuah contoh sederhana. Yakni orang yang tidak pernah berjalan tanpa alas kaki sama sekali. Orang ini selalu menggunakan sandal atau sepatu. Jika suatu saat, ia berhadapan dengan sebuah kondisi yang mengharuskannya berjalan tanpa alas kaki meski hanya 500 meter saja, tentunya ia akan mengalami kesulitan yang berat. Bahkan mungkin saja kakinya menjadi terluka karena harus bergesekan dengan tanah. Akan tetapi, bila ia telah membiasakan diri dengan cara-cara hidup yang agak kurang nyaman, jauh dari fasilitas, ia akan memperoleh kebaikan yang banyak. Selain itu, tubuh yang tidak terbiasa dengan itu, tidak mempunyai ketahanan (imuniatas). Akibatnya mudah sakit, padahal baru berjalan tidak seberapa jauh.[9]

Nilai positif lain dari cara hidup sederhana, dapat mendorong seseorang menjadi pribadi yang pandai bersyukur dan toleran, menghargai nikmat-nikmat Allah sekecil apapun. Karena masih banyak orang yang berada di bawahnya secara ekonomi. Dengan itu, keimanannya akan bertambah.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْبَذَاَةَ مِنَ الْإيْمَانِ

Sesungguhnya hidup sederhana termasuk cabang dari iman.[10]

Penutup
Al-i'tidâl atau wasath (memilih sikap tengah-tengah) merupakan spirit umum dalam Islam. Dalam konteks gaya hidup, berhemat memiliki keselarasan dengannya. Perilaku tersebut sangat bermanfaat, baik bagi individu maupun pemerintahan. Meksi demikian, bukan berarti seorang muslim harus menghapus menu daging –umpamanya- yang sebenarnya terjangkau olehnya. Atau kemudian hanya membeli dan mengenakan baju-baju tambalan dan berpenampilan kumuh atau kotor. Akan tetapi, seperti diungkap oleh Imam Ibnu Katsiir, janganlah engkau bakhil lagi kikir, sehingga tidak memberi kepada siapapun. Dan jangan berlebihan dalam menggunakan uang, sehingga mengakibatkan pembelanjaannya di luar kemampuannya dan melebihi pendapatan yang diperolehnya.[11] Karena dua hal ini menjadi sumber celaan.

Syaikh as Sa'di berkata, inilah keseimbangan dalam pengaturan uang, berada di antara sudut sifat bakhil dan pemborosan. Dengan begitu, urusan menjadi stabil dan sempurna. Sedangkan di luar ini, hanya berakibat dosa dan malapetaka, menunjukkan kekurangan akal dan kondisinya.[12] Oleh sebab itu, menilik manfaat yang begitu besar, anak-anak pun pantas untuk dilatih menjalani hidup dengan hemat dan bersahaya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Kamâlu Dînil-Islâm wa-Syumûliyyatuhu, Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqîthi, al-Ashâlah, Dzul Hijjah 1427, Edisi 54 Th XI.
[2]. Lihat Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm ( ).
[3]. Syarhu Shahîhil-Adabil-Mufrad (2/51). (345/444)
[4]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, hlm. 530.
[5]. Syarhun-Nawâwi, 6/11.
[6]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, 530.
[7]. Ushûl al-Manhajil-Islâmi, 530.
[8]. Syarhu Hilyati Thâlibil-'Ilmi, hlm. 34.
[9]. Syarhu Hilyati Thâlibil-'Ilmi, hlm. 34.
[10]. Ash-Shahîhah, 341.
[11]. Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm, 5/70.
[12]. Bahjatul-Akhyâr, 202.
sumber;almahaj.or.id

Selasa, 12 Februari 2013

LARASITA

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

“LARASITA” itu apa ya? Hal ini menjadi pembicaraan di kalangan petugas lapangan dan orang-orang yang hendak melakukan proses di Kantor Pertanahan Kota Bekasi. Karena sejak awal minggu beberapa kepala kantor dan pejabat di Kantor Pertanahan Jawa Barat tidak ada ditempat . Menurut kabar, mereka mengikuti diklat selama 2 minggu untuk program LARASITA tersebut. Istilah LARASITA yang sering di plesetkan menjadi “LARASATI” (nama artis/model papan atas era tahun 1990-an) merupakan program unggulan dari Kantor Pertanahan. LARASITA atau singkatan dari LAyanan RAkyat untuk SertifikasI Tanah, yang diatur berdasarkan PERATURAN KEPALA BPN RI NO. 18 TAHUN 2009 TENTANG LARASITA.
larasita-2Pola layanan LARASITA masyarakat harus melalui prosedur pendaftaran tanah secara sporadis yakni pendaftaran tanah di kelurahan dengan dilampiri daftar nominatif calon peserta (minimal 25 bidang). Bidang-bidang tanah tidak harus mengelompok dalam satu hamparan. Masyarakat tidak perlu datang ke Kantor Pertanahan tapi cukup menunggu di kelurahan. Petugas akan mendatangi dan bila selesai akan diserahkan ke rumah.
Kemudian Panitia Pemeriksaan Tanah ”A” LARASITA dengan Petugas Ukur secara bersama-sama mendatangi lokasi peserta. Tentang penggunaan tanah, untuk rumah tinggal lebih diutamakan dan statusnya bukan sengketa. Untuk status tanah yang ikut LARASITA adalah tanah milik adat atau Girik yang tercatat pada Buku C Kelurahan/Desa dan tanah negara (bekas Eigendom Verponding).
Terhitung tahun 2008 program ini dikembangkan secara nasional, dan pada akhir tahun 2008 telah siap sebanyak 124 armada Larasita dan 248 sepeda motor yang akan beroperasi di 124 kabupaten/kota di seperempat wilayah Indonesia. “Program ini telah mendapat apresiasi yang besar dari Bank Dunia dengan menyebutnya pioneering mobile land information services,” ujar Joyo Winoto. Tahun 2009, lanjutnya, akan dibangun lagi Larasita di 134 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Dengan demikian pada akhir tahun 2009 lebih dari 60 persen wilayah Indonesia terlayani Larasita, tambahnya.
MOBILE ONE DAY SERVICE for LARASITA
(Sumber: http://www.bpndki.org/index.php?option=com_content&task=view&id=73&Itemid)
Kotamadya Jakarta Barat membuat inovasi baru yaitu peluncuran Mobil LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah). Sistem LARASITA adalah jemput bola dimana mobil tersebut digunakan untuk mendatangi masyarakat di berbagai kelurahan di wilayah Jakarta Barat guna mendukung pelayanan proses sertipikasi tanah. Sebelum Mobil LARASITA datang ke Kelurahan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pihak Kelurahan setempat.larasita03
Peluncuran Mobil LARASITA bertepatan dengan Pameran dan Seminar Inovasi Aparatur Negara 2008 seluruh Indonesia  di parkir timur Senayan Jakarta Jum’at (27/8) yang dibuka oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Selain BPN Jakarta Barat, Instansi lain turut pula mengenalkan beberapa Inovasi lain.
Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Barat Ir. H. Tjahyo Widianto, Msc, MH menjelaskan bahwa tujuan LARASITA untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah mendapatkan pelayanan pertanahan dan juga mengurangi beban biaya masyarakat dalam kepengurusan sertipikasi tanah. Harapan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Barat masyarakat dapat meningkatkan nilai tanah menjadi lebih berarti.
Mobil Larasita (Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah) Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat telah diluncurkan pada tanggal 17 Pebruari 2009, dihalaman Kantor Walikota Jakarta Barat.     Peluncuran dilakukan oleh Bapak Walikota Jakarta Barat didampingi oleh Bapak Inspekstur Utama, Bapak Deputi I BPN RI, Bapak Kakanwil BPN Propinsi DKI Jakarta, Bapak Kepala Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat serta disaksikan oleh para pejabat Struktural dilingkungan BPN Kanwil Propinsi DKI Jakarta, yang ditandai dengan penekanan tombol Sirine dan Pelepasan Balon Larasita ke Udara.
Selanjutnya dalam acara Peluncuran tersebut juga dilakukan Pelayanan langsung Kepada 5 (Lima) orang Warga, yang langsung berkoneksi dengan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat. Dalam Pelayanan permohonan tersebut langsung dilakukan Pengukuran Lapangan oleh Petugas Ukur menggunakan Sepeda Motor Larasita.  Sejak tanggal Peluncuran, maka Mobil dan Motor Larasita telah melakukan kunjungan ke Kelurahan Kapuk dan Kelurahan Duri Kosambi Kecamatan Cengkareng pada tanggal 18-20 Pebruari 2009 dan Kelurahan Cengkareng Barat Kecamatan Cengkareng pada tanggal 23 Pebruari 2009 untuk Sosialisasi dan Pelayanan.     Sekian dan Terima Kasih, Semoga BPN melalui Larasita Makin Dekat dengan Rakyat.

Bagaimana Cara Mensertifikatkan Tanah Girik?

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


people_reading-fine-print.jpgSebelum kita membahas mengenai tata cara pensertifikatan tanah girik, saya merasa perlu untuk menjelaskan, apa itu tanah girik. Secara awam, tanah girik adalah istilah populer dari tanah-tanah yang belum bersertifikat. Walaupun itu berbentuk tanah bekas hak milik adat atau tanah-tanah hak lain (seperti Eigendom, Verponding, dll) yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha).  Tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor Pertanahan setempat di lingkungan masyarakat sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll.
Selain tanah bekas hak milik adat, masih terdapat beberapa jenis tanah lainnya, yaitu: tanah garapan, tanah verdedaal (milik tuan tanah), tanah hak sewa jaman belanda, serta tanah-tanah verponding lainnya. Berbeda dengan “Tanah Girik” yang merupakan tanah bekas hak milik adat, tanah-tanah hak barat seperti Verponding Indonesia, Eigendom Verponding, erfpacht, opstaal, vruchtgebruik, dll. Tanah-tanah hak barat tersebut seharus nya pada tahun 1960 pada saat lakukannya unifikasi Hukum Tanah dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka seluruh tanah-tanah hak barat dan tanah adat dilakukan konversi secara serentak. Namun demikian, di lapangan masih banyak rakyat yang karena ketidak fahamannya, belum mengajukan permohonan konversi hak atas tanah yang dimilikinya. Untuk penjelasan tentang hak-hak barat tersebut bisa di baca di sini
Berhubung terdapat begitu banyaknya jenis hak atas tanah yang belum bersertifikat, dengan metode pendaftaran (pensertifikatan) yang berbeda-beda, maka perlu saya buat disclaimer di sini, bahwa dalam pembahasan kita kali ini adalah metode pendaftaran/pensertifikatan atas tanah girik yang merupakan tanah bekas hak milik adat. Karena dalam praktik jenis tanah hak inilah yang paling banyak terjadi di lapangan. Pensertifikatan untuk tanah-tanah jenis hak lainnya maupun permohonan konversi atas tanah-tanah hak barat akan saya bahas kemudian secara tersendiri. Insya Allah! :-)
Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi2 atau dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya.
Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali . Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk tanah bekas hak milik adat dan tanah garapan, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan, yang menyatakan bahwa atas tanah tersebut belum pernah disertifikatkan serta riwayat pemilikan tanah dimaksud yang dilampirkan dengan surat RIWAYAT TANAH.
2. Pembuatan surat yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa dari RT/RW/LURAH
3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan
4. Penerbitan Gambar Situasi atau Surat Ukur, yang dilanjutkan dengan pengesahannya
5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi atau Surat Ukur. Pembayaran BPHTB tersebut dilakukan apabila tanah yang dimohon berasal dari tanah negara atau tanah garapan. Atau dalam hal pada waktu proses pelaksanaan AJBnya dulu, BPHTB tersebut belum dibayarkan. Jika berasal dari tanah bekas hak milik adat, tidak ada biaya BPHTB tersebut.
6. Proses pertimbangan pada panitia A
7. Pengumuman di Kantor Pertanahan dan Kantor Kelurahan/Kecamatan letak tanah setempat selama lebih kurang 2 bulan
8. Pengesahan pengumuman
9. Penerbitan Sertifikat tanah.
Untuk proses pensertifikatan tanah tersebut hanya dapat dilakukan jika pada waktu pengecekan di kantor kelurahan setempat dan kantor pertanahan terbukti bahwa tanah tersebut memang belum pernah disertifikatkan dan selama proses tersebut tidak ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan (perihal pemilikan tanah tersebut).
Pertanyaan yang paling sering ditanyakan sehubungan dengan hal ini adalah:
1. Berapa biaya yang diperlukan untuk mensertifikatkan tanah bekas hak milik adat tersebut?
Hal ini sangat variatif, tergantung dari 3 hal, yaitu:  lokasi tanah, nilai jual objek pajak (NJOP) dan luas tanah dimaksud. Untuk itu bisa di konfirmasikan ke notaris ataupun kantor pertanahan setempat. Jika di lokasi sekitar anda ada program PRONA atau pendaftaran tanah secara sistematik secara serentak, ataupun program LARASITA, sebaiknya anda mengikuti. Karena itu merupakan program dari pemerintah, sehingga tentunya biaya akan menjadi jauh lebih ringan dan prosesnya akan menjadi lebih mudah dibandingkan jika anda mendaftarkan/mensertifikatkan tanah tersebut dengan inisiatif sendiri (baca: Pensertifikatan Tanah Secara Sporadik dan Baca juga: LARASITA)
2. Berapa lama prosesnya?
Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi, dan tidak ada keberatan dari pihak-pihak tertentu, maka proses pensertifikatan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Namun, jika terjadi suatu kendala di lapangan, seperti pemekaran wilayah, tuntutan dari pihak yang merasa berhak, atau sengketa, proses tersebut bisa memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Bahkan hal-hal yang tidak berhubungan juga bisa menghambat proses tersebut, misalnya karena pergantian kepala kantor pertanahan, kesalahan penunjukan batas atau gambar atau human error lainnya, juga bisa menghambat proses tersebut di lapangan.
3. Siapakah yang berhak untuk mengajukan pendaftaran/pensertifikatan tersebut?
Tentu saja yang berhak adalah pemilik yang sah ataupun ahli waris yang sah dari tanah dimaksud ataupun kuasa dari mereka. Sehingga, jika kepemilikan tanah tersebut masih terdaftar atas nama nenek dari pihak yang akan mengajukan permohonan, harus diurus dulu surat-surat waris (keterangan waris) yang menunjukkan bahwa pemohon adalah ahli waris yang sah dari orang yang bersangkutan. Jika pemohon adalah pembeli akhir dari tanah dimaksud, maka pemohon harus membuktikannya dengan melampirkan asli akta jual beli tanah yang berkenaan.
4. Mengapa setelah terbit sertifikat tanahnya, asli akta jual beli dan asli surat-surat tidak dikembalikan ke kami?
Surat-surat tanah yang asli beserta akta jual beli tersebut digunakan sebagai bukti pendaftaran tanah, dan juga dasar penerbitan sertifikat tanah yang anda terima. Hal ini juga mencegah agar asli surat-surat tanah dan akta jual beli tersebut tidak beredar lagi di masyarakat untuk diperjual belikan. Sehingga tidak terjadi potensi konflik di kemudian hari.
Sebenarnya masih banyak lagi yang harus dibahas mengenai pensertifikatan tanah ini. Oleh karena itu, selengkapnya bisa di baca di buku saya: “Kiat Cerdas Mudah dan Bijak dalam Memahami HUKUM PERTANAHAN” terbitan KAIFA, 2010.
Semoga bermanfaat!

Cara Mengetahui Biaya Sertifikasi Hak Milik Tanah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Berapa sih Biaya sebenarnya untuk pembuatan sertifikat Tanah ??
Pertanyaan tersebut sudah sering kali kita dengar karena kebanyakan dari teman maupun sahabat saya yg mengeluh tentang biaya pembuatan sertifikat yang cenderung naik drastis.
Melalui tulisan ini, saya mencoba untuk mendeskripsikan biaya pembuatan sertifikat yang berdasarkan PP No. 13 Tahun 2010 tentang PNBP yang berlaku di Badan Pertanahan Nasional.

Sebelum tahun 2002, biaya-biaya pelayanan pertanahan yang berlaku di instansi Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) termasuk biaya sertifikasi tanah, tersebar dalam berbagai Peraturan dan Keputusan Menteri. Namun sejak tahun 2002, Pemerintah menyatukan dan membaharui semua biaya-biaya pelayanan pertanahan di BPN melalui Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 46 / 2002.

PP Nomor:13 Tahun 2010.
Memasuki tahun 2010, pada bulan Januari 2010, Pemerintah kembali mengatur dan membaharui biaya pelayanan pertanahan dengan menerbitkan PP baru, pengganti PP No. 46 / 2002, yaitu PP No. 13 / 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada BPN.
Adapun biaya-biaya pelayanan pertanahan ( PNBP ) pada BPN, termasuk biaya-biaya yang berkaitan dengan permohonan sertifikasi tanah, dalam PP No. 13 / 2010 secara garis besarnya antara lain terdiri dari :
A. Jenis Pelayanan ( Pasal 1 ).
1. Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan,
2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah,
3. Pelayanan Konsolidasi Tanah Swadaya,
4. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan,
5. Pelayanan Pendaftaran Tanah,
6. Pelayanan Informasi Pertanahan,
7. Pelayanan Lisensi,
8. Pelayanan Pendidikan,
9. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Warga Negara Belanda ( P3MB ),
10. Pelayanan dibidang pertanahan yang berasal dari kerjasama dengan Pihak lain.
B. Tarif Pelayanan.
Pelayanan Pengukuran ( Pasal 4 ayat 1 ).
• Luas Tanah sampai 10 Ha ( Hektar ), Tu = ( L / 500 × HSBKu ) + Rp. 100. 000,-
• Luas Tanah diatas 10 Ha s/d 1.000 Ha, Tu = ( L / 4.000 × HSBKu ) + Rp. 14. 000.000,-
• Luas Tanah diatas 1.000 Ha, Tu = ( L / 10.000 × HSBKu ) + Rp. 134.000.000,
Pelayanan Pemeriksaan Tanah ( Pasal 7 ayat 1 ).
Tpa = ( L / 500 × HSBKpa ) + Rp. 350.000,-
Pelayanan Pendaftaran Tanah ( Pasal 17 ayat 1 dan Lampirannya ).
Pendaftaran untuk pertama kali Rp. 50.000,-
Biaya Transportasi, Konsumsi dan Akomodasi (TKA – Pasal 20 ayat 2 ).
Biaya TKA, ditanggung sendiri oleh Pemohon.
Biaya Sertifikasi Tanah.
Berdasarkan point – point tersebut diatas, maka berapa besar biaya sertifikasi tanah yang harus dibayarkan oleh Pemohon dapat dihitung, sebagaimana contoh dibawah ini :
Contoh :
Tuan Imed Badratul berdomisili di DKI Jakarta, baru saja membeli sebidang tanah, dengan status tanah negara, seluas : 300 M2, seharga Rp. 100.000.000,- maka biaya sertifikasi lewat permohonan rutin ( permohonan perorangan biasa ) untuk tanahnya adalah sebesar :
* Biaya Pengukuran : Tu = ( 300 / 500 × Rp. 80.000 ) + Rp. 100.000 = Rp.148.000,-
* Biaya Pemeriksaan Tanah : Tpa = ( 300/500 × Rp. 67.000 ) + Rp. 350.000 = Rp.390.000,-
* Biaya Pendaftaran Tanah untuk pertama kali : Rp. 50.000,-
Jumlah ( Rp.148.000 + Rp. 390.000 + Rp. 50.000 ) = Rp. 588.000,- disetor ke Kantor Pertanahan Kab / Kota setempat ).
* Biaya Transportasi, Konsumsi dan Akomodasi (TKA ) Rp. PM ditanggung langsung oleh Pemohon ( tidak disetor ke Kantor ).
* BPHTB : NPOP – NPOPTKP = 5 % × NPOPKP.
Rp. 100.000.000 – Rp. 60.000.000 = Rp. 40.000.000 × 5 % = Rp. 2.000.000,-
BPHTB disetor sendiri oleh Pemohon ke Kas Negara melalui Bank Milik Pemerintah ( Bank BUMN ).
Keterangan :
Tu = Tarif Ukur.
L = Luas Tanah.
HSBKu = Harga satuan biaya khusus kegiatan Pengukuran yang berlaku untuk tahun berkenaan. HSBKu untuk Tahun 2010 = Rp. 80.000,-
Tpa = Tarif pemeriksaan tanah oleh Panitia A.
HSBKpa = Harga satuan biaya khusus kegiatan Pemeriksanaan Tanah oleh Panitia A. HSBKpa untuk Tahun 2010 = Rp. 67.000,-
NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak.
NPOPKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
NPOPTKP = Niali Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
BPHTB ( Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan ) sebagaimana diatur dalam UU No. 20 / 2000 jo. UU No. 21 / 1997, adalah bea yang harus dilunasi terlebih dahulu sebelum sertifikat tanahnya diterbitkan.
BPHTB bersifat self assesment , artinya Wajib Pajak ( Pemohon ) menghitung sendiri dan menyetor sendiri BPHTBnya ke Kas Negara melalui Bank – Bank milik Pemerintah.
NPOPTKP khusus untuk DKI Jakarta sebesar Rp. 60.000.000, sedangkan untuk daerah lain, besarnya ditetapkan oleh Kanwil DIRJEND Pajak an. Mentari Keuangan RI, berdasarkan usulan dari PEMDA Kab / Kota setempat.
** Transparansi itu memang sebuah keharusan !.

Prosedur Dan Syarat Sah Jual Beli Tanah

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


Jual beli hak atas tanah merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu. Jual beli ini didasarkan pada hukum Adat, dan harus memenuhi syarat-syarat seperti: Terang, Tunai dan Rill. Terang artinya di lakukan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang, Tunai artinya di bayarkan secara tunai, dan Rill artinya jual beli dilakukan secara nyata. Jadi, apabila harga belum lunas, maka belum dapat dilakukan proses jual beli sebagaimana dimaksud.
Dewasa ini, yang diberi wewenang untuk melaksanakan jual beli adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang terdiri dari:
  1. PPAT sementara yakni Camat yang oleh karena jabatannya dapat melaksanakan tugas PPAT untuk membuat akta jual beli tanah. Camat disini diangkat sebagai PPAT untuk daerah terpencil atau daerah – daerah yang belum cukup jumlah PPAT nya.
     
  2. PPAT yakni Pejabat Umum yang diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kewenangan membuat akta jual beli yang bertugas untuk wilayah kerja tertentu.

Adapun prosedur jual beli tanah yang harus ditempuh dalam pelaksanaan jual beli tanah dan bangunan adalah sebagai berikut:
  1. Akta Jual Beli (AJB) Bilamana sudah tercapai kesepakatan mengenai harga tanah termasuk didalamnya cara pembayaran dan siapa yang menangung biaya pembuatan Akta Jual Beli (AJB) antara pihak penjual dan pembeli, maka para pihak harus datang ke kantor PPAT untuk membuat akta jual beli tanah.
     
  2. Persyaratan Akta Jual Beli (AJB). Hal-hal yang diperlukan dalam membuat Akta Jual Beli tanah di kantor PPAT adalah sebagai berikut:
     

Syarat-syarat yang harus dibawa Penjual Tanah:

  1. Asli sertifikat hak atas tanah yang akan dijual;
  2. Kartu Tanda Penduduk;
  3. Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sepuluh tahun terakhir;
  4. Surat persetujuan suami isteri serta kartu keluarga bagi yang telah berkeluarga.
 

Syarat-syarat yang harus dibawa oleh Calon Pembeli Tanah:

  1. Kartu Tanda Penduduk
  2. Kartu Keluarga
  3. Proses pembuatan AJB di Kantor PPAT
 

Persiapan pembuatan AJB sebelum dilakukan proses Jual Beli Tanah:

  1. Dilakukan pemeriksaan mengenai keaslian dari sertipikat termaksud di kantor Pertanahan untuk mengetahui status sertifikat saat ini seperti keasliannya, apakah sedang dijaminkan kepada pihak lain atau sedang dalam sengketa kepemilikan, dan terhadap keterangan sengketa atau tidak, maka harus disertai surat pernyataan tidak sengketa atas tanah tersebut.
  2. Terkait status tanah dalam keadaan sengketa, maka PPAT akan menolak pembuatan AJB atas tanah tersebut.
  3. Calon pembeli dapat membuat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut maka tidak lantas menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
  4. Penjual diharuskan membayar Pajak Penghasilan (Pph) sedangkan pembeli diharuskan membayar bea perolehan hak atas tanah dan anggunan (BPHTB) dengan ketentuan berikut ini: Pajak Penjual (Pph) = NJOP/harga jual X 5 % Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/harga jual - nilai tidak kena pajak} X 5%
 

Pembuatan Akta Jual Beli Tanah

  1. Dalam pembuatan akta harus dihadiri oleh penjual dan calon pembeli atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis.
     
  2. Dalam pembuatan akta harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.
     
  3. PPAT akan membacakan serta menjelaskan mengenai isi dan maksud pembuatan akta, dan bila isi akta disetujui maka oleh penjual dan calon pembeli akta tersebut akan ditandatangani oleh para pihak, sekaligus saksi dan pejabat pembuat akta tanah sendiri.
     
  4. Akta dibuat dua lembar asli, satu disimpan oleh di kantor PPAT dan lembar lainnya akan disampaikan kepada kantor pertanahan setempat untuk keperluan balik nama atas tanah, sedangkan salinannya akan diberikan kepada masing-masing pihak.
 

Proses setelah Akta Jual Beli jadi dibuat

  1. Setelah Akta Jual Beli selesai dibuat, PPAT menyerahkan berkas tersebut ke kantor pertanahan untuk balik nama sertipikat; dan,
     
  2. Penyerahan akta harus dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatangani, dengan berkas-berkas yang harus diserahkan antara lain: Surat permohonan balik nama yang telah ditandatangani pembeli, Akta Jual Beli dari PPAT, Sertipikat hak atas tanah, Kartu tanda penduduk kedua belah pihak, Bukti lunas pembayaran Pph, serta bukti lunas pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
 

Proses di Kantor Pertanahan

  1. Saat berkas diserahkan kepada kantor pertanahan, maka kantor pertanahan akan memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutkan akan diberikan kepada pembeli;
     
  2. Nama penjual dalam buku tanah dan sertipikat akan dicoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk;
     
  3. Nama pembeli selaku pemegang hak atas tanah yang baru akan ditulis pada halaman dan kolom yang terdapat pada buku tanah dan sertipikat dengan dibubuhi tanggal pencatatan serta tandatangan kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk; dan,
     
  4. Dalam waktu 14 (empat belas) hari pembeli berhak mengambil sertipikat yang sudah dibalik atas nama pembeli di kantor pertanahan setempat.

Senin, 11 Februari 2013

Adab-adab Majelis

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Berikut ini adalah adab-adab dalam bermajelis :

1. Mengucapkan salam kepada ahli majelis jika ia hendak masuk dan duduk pada majelis tersebut, hendaknya ia mengikuti majelis tersebut hingga selesai. Jika ia hendak meninggalkan majelis tersebut, ia harus meminta izin kepada ahli majelis lalu mengucapkan salam.

2. Tidak menyuruh seseorang berdiri, pindah atau bergeser agar ia menempati tempat duduknya, dan selayaknya bagi ahli majelis yang telah duduk dalam majelis merenggangkan tempat duduknya, agar seseorang yang mendatangi majelis tadi mendapatkan tempat duduk. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لا يقيمن أحدكم رجلا من مجلسه ثم يجلس فيه, ولكن توسّغوا او تفسّحوا

“Janganlah kalian menyuruh temannya bangkit dari tempat duduknya, akan tetapi hendaklah kamu memperluasnya.” (Muttafaq ‘alaihi).

3. Tidak memisahkan dua orang yang sedang duduk agar ia dapat duduk di tengah-tengahnya, kecuali dengan seizinnya, sebagaimana dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لا يحلّ لرجل أن يفرّق بين إثنين إلا بإذنها

“Tidak halal bagi seorang laki-laki duduk di antara dua orang dengan memisahkan mereka kecuali dengan izinnya.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan)

4. Apabila seseorang bangkit dari tempat duduknya meninggalkan majelis kemudian kembali lagi, maka ia lebih berhak duduk di tempat yang ditinggalkannya tadi. Sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إذا قام احدكم من مجلس ثم رجع إليه فهو أحقّ به

“Apabila seseorang bangkit dari duduknya lalu ia kembali, maka ia lebih berhaq duduk di tempatnya tadi.” (HR Abu Dawud dan Turmudzi, hadits Hasan)

5. Tidak duduk di tengah-tengah halaqoh/majelis, dalilnya “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang duduk di tengah-tengah halaqoh.” (Abu Dawud)

6. Seseorang di dalam majelis hendaknya memperhatikan adab-adab sebagai berikut :
Duduk dengan tenang dan sopan, tidak banyak bergerak dan duduk pada tempatnya.
Tidak menganyam jari, mempermainkan jenggot atau cincinnya, banyak menguap, memasukkan tangan ke hidung, dan sikap-sikap lainnya yang menunjukkan ketidakhormatan kepada majelis. Tidak terlalu banyak berbicara, bersenda gurau ataupun berbantah-bantahan yang sia-sia.
Tidak berbicara dua orang saja dengan berbisik-bisik tanpa melibatkan ahli majelis lainnya.
Mendengarkan orang lain berbicara hingga selesai dan tidak memotong pembicaraannya.
Bicara yang perlu dan penting saja, tanpa perlu berputar-putar dan berbasa-basi ke sana ke mari.
Tidak berbicara dengan meremehkan dan tidak menghormati ahli majelis lain, tidak merasa paling benar (ujub) dan sombong ketika berbicara.
Menjawab salam ketika seseorang masuk ke majelis atau meninggalkan majelis.
Tidak memandang ajnabiyah (wanita bukan mahram), berbasa-basi dengannya, ataupun melanggar batas hubungan lelaki dengan wanita muslimah bukan mahram, baik kholwat (berdua-duaan antara laki-laki dan wanita bukan mahram) maupun ikhtilath (bercampur baur antara laki-laki dan perempuan bukan mahram).

7. Disunnahkan membuka majelis dengan khutbatul hajah sebagaimana lafadhnya dalam muqoddimah di awal risalah ini, dimana Rasulullah r senantiasa membacanya setiap akan khuthbah, ceramah, baik pada pernikahan, muhadharah (ceramah) ataupun pertemuan, dan sunnah inipun dilanjutkan oleh sahabat-sahabat lainnya dan para as-Salaf Ash-sholeh.

8. Disunnahkan menutup majelis dengan do’a kafaratul majelis. Lafadhnya adalah sebagai berikut :

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد ان لا إله إلا أنت أستغفرك وآتوب إليك (حديث صحيح رواه ترمذي)

Artinya : “Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon mengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Turmudzi, Shahih).

Diriwayatkan pula oleh Turmudzi, ketika Nabi ditanya tentang do’a tersebut, beliau menjawab, untuk melunturkan dosa selama di majelis.

Disarikan dari artikel “Adabul Majelis dan Kesalahan-kesalahannya”, Maktabah Abu Salma.

Ditulis oleh : Ibnu Burhan at Tirnaty

Posisi Makmum Ketika Berdiri Sendiri

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

20130118_125910
Di antara permasalahan penting dalam salat yang belum  diketahui oleh sebagian kaum muslimin adalah mengenai posisi makmum bila ia berdiri sendiri di shaf kedua atau seterusnya. Apakah ia berdiri di tengah, di pojok kiri atau di pojok kanan?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami akan bawakan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Beliau pernah ditanya, “Apakah shaf itu dimulai dari sebelah kanan atau tepat di belakang imam? Apakah disyariatkan harus seimbang antara shaf sebelah kanan dengan sebelah kiri? Sebab sering dikatakan, “Seimbangkanlah shafnya” sebagaimana yang banyak diucapkan oleh para imam?”
Beliau rahimahullah menjawab: “Shaf itu dimulai dari tengah yang terdekat dengan imam, dan shaf sebelah kanan lebih utama dari pada shaf sebelah kiri, kemudian yang wajib adalah tidak dimulai shaf (baru) sehingga shaf sebelumnya terisi penuh.
Tidak mengapa orang-orang yang berada di shaf sebelah kanan lebih banyak (dari pada shaf sebelah kiri), dan tidak perlu diseimbangkan. Bahkan perintah untuk menyeimbangkan antara kedua shaf tersebut adalah menyalahi sunnah. Hanya saja tidak boleh membuat shaf kedua sebelum shaf pertama penuh, tidak pula shaf ketiga sebelum shaf kedua penuh dan demikian seterusnya untuk shaf-shaf berikutnya. Sebab ada riwayat sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan hal ini.” [Tuhfah al-Ikhwan bi Ajwibah Muhimmah Muta'alliqah bi Arkan al-Islam, hal. 101, cetakan Dar al-Khudhairi]
DUA FAEDAH PENTING
[1]. Menyeimbangkan Antara Dua Shaf
Telah ditegaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah di atas, bahwa menyeimbangkan antara shaf sebelah kanan dan kiri adalah perkara yang menyelisihi sunnah. Tentang hal ini Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman hafizhahullah berkata dalam kitabnya al-Qoul al-Mubin fi Akhtha` al-Mushallin, hal. 222:  “Di antara kesalahan sebagian imam adalah, mereka memerintahkan para makmum untuk menyamakan shaf tatkala melihat para makmumnya menuju ke shaf sebelah kanan.”
Beliau juga mengatkan, “Syaikh bin Baz rahimahullah berkata: Ada riwayat sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shaf sebelah kanan lebih utama dari yang sebelah kiri, dan tidak disyariatkan untuk berkata kepada orang-orang, “Seimbangkanlah shafnya“, dan tidak mengapa shaf sebelah kanan lebih banyak sebagai bentuk antusias untuk mendapatkan keutamaan. Adapun sebuah hadis yang yang disebutkan oleh sebagian mereka:

مَنْ عَمَّرَ مَيَاسِرَ الصُّفُوْفِ فَلَهُ أَجْرَانِ

Barang siapa yang memakmurkan shaf-shaf sebelah kiri maka ia mendapatkan dua ganjaran.
Maka saya tidak mengetahui asal-usulnya (laa ashla lahu). Yang lebih jelas bahwa hadis tersebut adalah palsu, telah dipalsukan oleh segelintir orang malas yang tidak antusias untuk mendapatkan shaf sebelah kanan atau tidak berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan hanya Allah-lah Rabb Maha Pemberi petunjuk kepada jalan kebenaran.” [al-Fatawa, jilid 1, hal. 61]
Syaikh Masyhur hafizhahullah berkomentar tentang hadis di atas: “Hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam as-Sunan, no. 1008. Al-Bushiri berkata dalam Mishbah az-Zujajah, jilid 1, hal. 340: “Sanad hadis ini lemah, lantaran lemahnya Laits bin Abu Sulaim.” Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata dalam al-Fath, jilid 2, hal. 213: “Sanadnya dikomentari (ulama).”
 [2]. Menarik Seseorang dari Shaf Depan
Tidak disyariatkan bagi makmum yang berdiri sendiri di shaf terakhir untuk menarik seorang yang berada di shaf depannya, sebab hadis yang berkaitan dengan masalah ini adalah lemah.
Syaikh Masyhur hafizhahullah berkata: “Di antara kesalahan mereka (makmum), apabila tidak mendapatkan celah atau tempat (kosong) pada shaf, ia langsung menarik seorang dari shaf paling akhir untuk dijadikan shaf bersamanya, padahal hadis-hadis yang menerangkan tentang hal ini tidak valid. Seakan-akan amalan ini dijadikan syariat meskipun tanpa ada dalil yang sahih. Tentu saja itu tidak boleh. Akan tetapi yang wajib baginya adalah bergabung bersama shaf sekiranya itu memungkinkan. Bila tidak, maka ia salat sendiri (di belakang shaf terakhir) dan salatnya tetap sah, sebab Allah tidak membebani diri melebihi kemampuannya.”
Beliau melanjutkan: “Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Permasalahan tentang bolehnya menarik seseorang perlu dikoreksi, sebab hadis yang menerangkan hal ini adalah lemah. Juga, karena dengan menarik (seorang di depan) akan menyebabkan adanya celah pada shaf, padahal yang disyariatkan adalah menutup celah. Maka itu, yang utama adalah tidak menarik dan hendaknya mencari tempat kosong pada shaf atau berdiri di samping kanan imam. Wallahu a’lam.” [al-Qoul al-Muban fi Akhtha` al-Mushallin, hal. 259-260]
Syaikh Abu Usamah al-Hilali berkata dalam kitabnya Mausu’ah al-Manahi asy-Syar’iyyah, jilid 1, hal. 462: “POIN KE-6; apabila seseorang masuk (masjid) dan tidak mendapatkan celah kosong pada shaf untuk ia masuki, maka ia tidak boleh menarik orang lain dari shaf (depannya), sebab hal ini malah membuka celah pada shaf, sedangkan yang disyariatkan adalah menutup kekosongan dan berbaris dengan rapat dan lurus. Adapun beberapa riwayat yang menerangkan bolehnya menarik (seseorang) dari shaf adalah tidak sah.”
Inilah penjelasan singkat seputar posisi makmum ketika berdiri sendiri dengan tambahan dua faedah pentingnya, semoga bermanfaat bagi kita semua. Berkenaan dengan beberapa hadis lemah seputar anjuran untuk menarik seseorang dari shaf depan dapat pembaca nikmati pada kategori Koreksi Hadis. Wallahu ta’ala a’lam.

Sumber : https://abumusa81.wordpress.com/2013/02/08/posisi-makmum-ketika-berdiri-sendiri/
Amru Abdul Azis By : AYCUNA aycuna-corp.blogspot.com